Sabtu, 21 Juni 2014

Siapa Capres Peduli Lingkungan?


Membaca dokumen Visi dan Misi Prabowo Subianto – Hatta Radjasa dan Visi dan Misi Joko Widodo – Jusuf Kalla soal lingkungan menyisakan sedikit kekuatiran bagi saya bahwa perlindungan lingkungan nampaknya masih belum menjadi prioritas penting dalam kebijakan pemerintah yang akan datang. Meskipun kedua pasangan capres dan cawapres telah memuat isu-isu lingkungan hidup di dalam naskah visi, misi, dan program aksi mereka, namun sayangnya mereka belum menjawab beberapa akar masalah kerusakan lingkungan hidup dan alam kita saat ini.
Program dari visi-misi kedua pasangan capres masih terlihat jelas masih akan mengandalkan pengembangan industri ekstraktif dan sumberdaya alam untuk menopang pertumbuhan ekonomi kita. Dan sayang sekali keduanya tidak menyebut-nyebut masalah krisis ekologi yang kita hadapi saat ini.  Prinsip-prinsip keberlanjutan dan keadilan lingkungan yang vital dalam strategi pemanfaatan sumberdaya alam juga tidak tergambar dengan jelas. Dengan kondisi dan kecepatan kerusakan lingkungan hidup kita saat ini, melanjutkan praktek eksploitasi sumberdaya seperti biasa akan membawa kita pada krisis lingkungan yang lebih berat lagi pada masa-masa yang akan datang. Kita perlu kuatir soal ini.

Hutan dan tanah-tanah gambut

Sebagai contoh, langkah-langkah untuk mengatasi masalah kebakaran hutan yang telah menjadi masalah menahun yang dihadapi oleh masyarakat Riau dan sekitarnya dan telah menjadi sorotan masyarakat internasional itu tidak kita temukan dalam naskah kedua pasangan capres-cawapres. Visi misi kedua pasangan capres cawapres ini tidak mengarah pada kebijakan nol deforestasi dan perlindungan total lahan gambut. Padahal kebakaran hutan hanya dapat dicegah dan diatasi melalui perlindungan lahan gambut secara total.
Lahan gambut di Indonesia menyimpan kandungan karbon yang luar biasa besarnya, mencapai 60 milyar ton yang membuatnya menyerupai ledakan bom karbon jika terlepas ke udara melalui pembukaan dan kebakaran hutan khusunya di lahan-lahan gambut. Belum lagi gangguan kesehatan yang disebabkannya. Sebuah studi yang dilakukan tahun 2012 menghubungkan kasus 110.000 kematian dengan kebakaran hutan dan lahan gambut di Asia Tenggara. 
Tahun 1997 yang lalu kekeringan panjang memicu kebakaran hutan yang sangat besar, menghasilkan jutaan ton karbon ke udara setara dengan jumlah total seluruh emisi karbon yang berasal dari seluruh transportasi global pada tahun tersebut, membuat Indonesia menjadi penghasil emisi karbon ketiga terbesar dunia ketika itu. Sebagai salah satu negara yang paling rentan terhadap dampak perubahan iklim, maka penyelamatan hutan dan lahan gambut tidak dapat ditunda lagi. Misi penyelamatan hutan dan gambut seharusnya diletakkan sebagai skala prioritas utama dalam kebijakan kehutanan dan pertanian demi keselamatan warga Indonesia yang lebih luas lagi.

Perubahan iklim dan energi

Kebutuhan energi adalah vital bagi pembangunan dan hal ini juga menjadi kepedulian bagi kedua pasang capres-cawapres. Namun nampaknya kebijakan energi yang diusulkan baik oleh Prabowo-Hatta dan Jokowi-Kalla nampaknya merupakan kebijakan yang berdiri sendiri, tidak terintegrasi dengan masalah perubahan lain seperti masalah pangan dan iklim. Komitmen Indonesia untuk terlibat aktif dalam penanggulangan perubahan iklim haruslah diwujudkan dalam langkah-langkah nyata pencegahan penyebab utama dari penyumbang terbesar emisi karbon, yaitu deforestasi dan penggunaan energi fosil. Tidak ada komitmen yang jelas untuk menurunkan emisi karbon Indonesia dengan langkah-langkah implementasi yang terukur jangka waktunya dari kedua pasangan Capres Cawapres. Bahkan bila kita lihat lebih jauh, keduanya masih mengandalkan enegi fosil yang kotor sebagai sumber energi utama pembangunan. Pasangan Prabowo-Kalla mempertimbangkan pengembangan gas alam sementara Jokowi-Kalla melihat potensi batubara sebagai sumber energi untuk masa yang akan datang.
Bisa kita lihat inkonsistensi di sini, ketika keduanya menyebutkan pentingnya kedaulatan energi, namun yang dicanangkan justru peningkatan energi yang berasal dari sumber energi fosil seperti batubara dan gas alam yang tidak terbarukan. Sumber energi fosil suatu saat akan menjadi langka dan habis, sehingga kita harus mencari jalan keluar lain untuk beralih pada sumber energi yang berkelanjutan. Langkah-langkah peralihan dari energi fosil ke energi terbarukan harus menjadi target utama pemerintahan ke depan yang harusnya dimulai dari sekarang ini.
Para saintis dunia telah menetapkan target-target ambisius yang harus dilakukan oleh pemerintah-pemerintah dunia untuk menghentikan krisis iklim, dan Indonesia yang memiliki potensi energi terbarukan yang berlimpah dapat menunjukkan kepemimpinan di bidang ini. Target 40% energi terbarukan pada tahun 2030 bukanlah tidak mungkin dicapai bila ini menjadi prioritas bagi kedua pasangan capres-cawapres ini.

Air sumber kehidupan

Dalam mewujudkan keberlanjutan pembangunan (sustainable development)  ketersediaan air bersih menjadi faktor yang sangat penting. Ketersediaan air sangat berpengaruh terhadap kehidupan manusia, bahkan air dapat menjadi salah satu faktor penghambat pertumbuhan ekonomi suatu negara. Namun sayangnya, hampir seluruh sungai utama di Indonesia mengalami penurunan kualitas air, salah satu penyebab yang paling berbahaya adalah pencemaran bahan kimia berbahaya industri, padahal 119 juta orang Indonesia belum mempunyai akses kepada air bersih.
Salah satu faktor yang menyebabkan kelangkaan air (water scarcity) adalah pencemaran limbah bahan kimia berbahaya industri dan eksploitasi sumber daya air secara besar-besaran dan tidak bertanggungjawab oleh industri. Sehingga pemecahan masalah pencemaran bahan kimia berbahaya haruslah juga menjadi cara untuk mengatasi masalah kelangkaan air secara keseluruhan. Sistem dan regulasi mengenai manajemen bahan kimia berbahaya yang kita punyai kini tidak efektif mencegah pelepasan bahan kimia berbahaya beracun kedalam lingkungan kita. Karena itu, diperlukan sebuah komitmen politik untuk menuju nol pembuangan (zero discharge) semua bahan kimia berbahaya beracun yang berdasarkan prinsip kehati-hatian (precautionary principle) dan pendekatan pencegahan (preventive approach) dalam pengelolaan sumberdaya air kita.

Lautan penyangga nusantara

Laut kita ada dalam krisis, namun belum muncul sense of urgency dan komitmen kuat dari kedua pasang capres-cawapres untuk memulihkan krisis yang dialami laut Indonesia. Meskipun menyebutkan pentingnya pembangunan maritim bagi Indonesia, namun visi misi di bidang kelautan kedua Capres dan Cawapres tidak menjawab tiga masalah utama yang dihadapi lautan Indonesia saat ini yakni  penangkapan ikan berlebih (overfishing), pencemaran khususnya dari kegiatan pertambangan dan perubahan iklim.
Masalah over fishing bukan masalah kecil karena menyangkut keberlanjutan stock sumberdaya perikanan nasional pada masa yang akan datang. Untuk pemulihan sumberdaya perikanan diperlukan langkah penting untuk  mengontrol, mengevaluasi perizinan dan membatasi penerbitan izin penangkapan ikan secara ketat dan transparan.  
Hal lain yang menguatirkan adalah kebijakan baik Capres pasangan Prabowo-Hatta maupun Jokowi-Kalla yang mendorong industri hilir ekstraktif pertambangan mineral. Di satu sisi kebijakan ini dapat meningkatkan nilai tambah hasi-hasil pertambangan mineral, namun bila tidak dilakukan dengan hati-hati maka ini dapat meningkatkan risiko dan ancaman kerusakan serta pencemaran ekosistem pesisir dan laut. Kegiatan pertambangan dan juga kegiatan peleburan (smelting) sebagai bagian proses di bagian hilir berpotensi menghasilkan polusi berbagai bahan kimia berbahaya yang begitu besar, lewat pembuangan tailing ke sungai atau ke laut.

Apa yang bisa kita lakukan?

Pemilu Presiden akan dilakukan dalam kurang dari tiga minggu lagi. Kita harus menuntut perhatian terhadap lingkungan yang lebih kuat dari kedua pasangan capres-cawapres tersebut. Lingkungan hidup memerlukan komitmen yang lebih kuat dari mereka. Kita harus menyampaikan pesan jelas kepada keduanya bahwa kita akan memilih presiden yang mempunyai komitmen yang lebih kuat bagi 100% perlindungan bagi alam dan lingkungan kita.
Mari menggalang suara bagi lingkungan kita. Kamu dapat memberikan suara kamu bagi lingkungan dengan menandatangani petisi 100% Indonesia Hijau Damai ini. Telah puluhan ribu orang bergabung dalam petisi ini untuk mendesak Capres dan Cawapres untuk membuat komitmen kuat bagi perlindungan lingkungan. Suara kamu akan memperkuat petisi ini, dan semakin besar suara kita, maka suara kita akan didengar.
Mari bersuara, kamu ikut menentukan masa depan Indonesia!

Sumber : http://www.greenpeace.org

Tidak ada komentar:

Posting Komentar